Gambaran Penalaran Hukum | Rape (pemerkosaan)
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Dengan segala puji dan
syukur hanya milik ALLAH SWT, yang Maha pengasih lagi maha penyayang. Atas
segala rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul: “PERLUASAN MAKNA “DENGAN ANCAMAN
KEKERASAN MEMAKSA” (Pasal 285 KUHP) DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI BENGKULU NOMOR: 410/PID.B/2014/PN.Bgl”. Penyusun
menyadari untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini bukanlah tugas yang mudah
sehingga terselesaikannya penyusunan makalah ini adalah atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan ilmu,
petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya dalam kehidupan ini.
2. Dr. Kelik Wardiono, S.H,
M.H. selaku pembimping mata kuliah Penalaran Hukum, yang dengan kesabaran,
rasa penuh tanggung jawab, serta waktu yang diberikan di tengah kesibukan, telah memberikan
bimbingan, mengarahkan, dan motivasi pada penulis.
3. Orang tua yang selalu rela
berkorban dan memberi semangat dalam menutut ilmu.
Penyusun menyadari akan
masih terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penyusun, oleh sebab itu penyusun menerima
segala kritik dan saran yang membangun kepada penyusun sebagai evaluasi
sehingga diharapkan dalam penyusunan makalah selanyutnya akan lebih baik lagi.
Kepada semua pihak yang membantu, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per
satu, penulis ucapkan banyak terimakasih hingga penyusunan makalah ini selesai.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalammu’alaikum Wr. b.
Surakarta, 2 Desember 2018
Siti Romelah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial sering
diungkapkan dengan istilah zoon
politicon. Hal tersebut menandakan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan
selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena
itu, manusia hidup berkelompok-kelompok atau bermasyarakat.
Sayangnya dalam hidup bermasyarakat tidak
serta merta membuat manusia saling peduli satu sama lain. Adanya kesenjangan
sosial berdampak pada tingginya angka kriminalitas menyebabkan munculnya tindak
kekerasan. Kekerasan sering disama artikan dengan penganiayaan. Menurut
penjelasan pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana penganiayaan atau tindak
kekerasan adalah:
1.
Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan orang
lain.
2.
Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan pada orang
lain.
Salah satu tindak pidana yang termasuk dalam
kekerasan adalah pemerkosaan. Menurut Suryono Ekatama, pemerkosaan adalah perbuatan hubungan
kelamin yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan
isterinya /atau tanpa persetujuannya,
dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman
lainnya.
Banyaknya
kasus pemerkosaan yang terjadi di masyarakat menandakan tingginya kebutuhan
masyarakat terutama perempuan akan perlindungan hukum. Hukum tidak terlepas
dari peran hakim dalam memutuskan suatu perkara. Penafsiran pasal-pasal yang
terkait dengan perkosaan seperti Pasal 285 KUHP merupakan hal yang wajib
dilakukan untuk menetapkan apakah seseorang dapat dikatakan melakukan tindak
pidana perkosaan atau tidak. Selain itu, kondisi terdakwa serta hal-hal lain seperti
alasan pembenar dan alasan pemaaf merupakan indikato pokok pertimbangan hakim
(memberatkan atau meringankan) sebelum memutuskan suatu perkara.
Berdasarkan
uraian diatas penyusun tertarik untuk menganalisis sebuah kasus pemerkosaan
yang disampaikan melalui makalah yang berjudul “PERLUASAN MAKNA “DENGAN ANCAMAN KEKERASAN
MEMAKSA” (Pasal 285 KUHP) DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI BENGKULU NOMOR: 410/PID.B/2014/PN.Bgl”
B. Rumusan
Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun melakukan pembatasan melalui
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
hakim mememperluas tafsir unsur “dengan kekerasan memaksa” (Pasal 285
KUHP)?
2.
Bagaimana
pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor:
410/PID.B/PN.Bgl?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui
bagaimana hakim memperluas tafsir unsur
“dengan kekerasan memaksa” (Pasal 285 KUHP).
2.
Mengetahui
bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor:
410/PID.B/PN.Bgl.
D. Metode
Berpikir
Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode
berpikir deduktif yaitu suatu metode berpikir yang bertolak dari hal-hal
yang umum ke khusus dengan menguraikan
premis mayor, premis minor, kemudian konklusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan
Umum tentang Pidana Perkosaan
Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi.
Kemudian menurut Rifka Annisa yang merupakan seorang aktivis di Women’s Crisis
Center berpendapat bahwa perkosaan merupakan tindakan kekerasan dalam bentuk hubungan seksual yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan yang tanpa “persetujuan”
perempuan atau dalam “persetujuan” perempuan yang berada di bawah ancaman atau penipuan.
Lebih lanjut M. Tholib menerangkan bahwa perkosaan termasuk dalam perzinaan
yang tanpa adanya keikhlasan dari salah satu pihak (biasanya perempuan)
dikarenakan kekerasan maupun ancaman.[1]
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkosa memiliki arti menundukkan
dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi, atau merogol.[2]
Merut Pasal 285 KUHP perkosaan adalah “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.[3]
B. Tafsir
Hakim Mengenai Unsur Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
Dari definisi tindak pidana perkosaan (Pasal
285 KUHP), hakim menguraikan beberapa unsur-unsur perkosaan menjadi dua:
1.
Barangsiapa
2. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubh dengan dirinya di luar perkawinan
Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana perkosaan tersebut hakim
menguraikan tafsirnya sebagai berikut:
1.
Barangsiapa
Menunjuk pada setiap orang sebagai subyek hukum, pendukung hak dan
kewajiban. Subyek hukum yang dimaksud adalah yang memenuhi kualifikasi sebagai
orang yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya. Termasuk dalam
persidangan tidak ditemukannya unsur error
in person, tidak terdapatnya alasan pemaaf, alasan pembenar, atau alasan
lainnya berdasarkan undang-undang yang dapat menghapuskan sifat
pertanggungjawabannya sehingga dapat menghentikan tuntutan atas diri terdakwa.
Dari
unsur barangsiapa dapat ditarik beberapa kualifikasi sebagai berikut:
a.
Orang
yang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya
1)
Belum
dewasa
Salah
satu unsur bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya adalah
dewasa, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila telah mencapai batas usia yang
telah ditetapkan undang-undang. Beberapa peraturan perundang-undangan dan
pendapat ahli mengenai usia kedewasaan seseorang antara lain:
a)
Pasal
45 KUHP yang berbunyi
“Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang
yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas
tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan
kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun; atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana
apapun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran
berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526,
531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah
karena melakukan tindak kejahatan atau salah satu pelanhggaran tersebut di
atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang
bersalah”.[4]
b)
Pasal
330 KUHPer
“Seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah
berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah.”
c)
Dalam
Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
“Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau
belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”.
d)
Pasal
39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
”Seseorang yang menghadap Notaris untuk
membuat akta adalah yang memenuhi syarat paling rendah berumur 18 tahun atau
sudah menikah.[5]
e)
Mahrus
Ali mengatakan bahwa terdapat dua faktor untuk menyatakan bahwa seseorang
memiliki kemampuan bertanggung jawab atau tidak. Pertama, faktor akal yaitu
dapat membedakan mana yang benar atau salah, mana yang diperbolehkan atau tidak.
Kedua, faktor kehendak yaitu dapat menyesuaikan perilakunya atas keinsyafan
antara yang diperbolehkan atau yang tidak diperbolehkan.[6]
2)
Tidak
ditemukannya unsur error in persona
a)
Error in persona sering disebut dengan itilah salah tangkap.[7]Yurisprudensi dari
Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah lain
mengenai salah menangkap orang atau salah mendakwa orang yaitu error in subjectif.[8]Error
in objectoI merupakan kekeliruan mengenai objeknya. Jika objek itu gleichwertig” atau nilai/sifatnya, sama,
maka kekeliruan itu tak menguntungkan tersangka; tetapi kalau objeknya berbeda
secara hakiki atau “wesentlich” maka
tersangka tidak dapat dipidana.[9]
b)
Menurut
Pasal 17 KUHAP
“Perintah
penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti bukti permulaan yang cukup.[10]
3)
Tidak
ditemukannya alasan Pembenar dan pemaaf
a)
Alasan
pembenar adalah alasan yang menghapus
sifat melawan hukumnya suatu perbuatan, meskipun perbuatan tersebut
telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Singkatnya apabila perbuatan
tersebut tidak mmelawan hukum, maka tidak mungkin adanya pemidanaan.[11]
Beberapa alasan pembenar terdapat dalam KUHP antara lain adalah.
·
Pasal
49 ayat (1) tentang pembelaan terpaksa
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan
perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”.[12]
·
Pasal 50
KUHP tentang menjalankan peraturan perundang-undangan
“Barangsiapa melakukan perbuatan melawan
untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”.[13]
·
Pasal
51 ayat (1) KUHP tentang melaksanakan perintah jabatan
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,
tidak dipidana”.[14]
b)
Alasan
Pemaaf, merupakan alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat. Alasan pemaaf
menyangkut pribadi si pmbuat , dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela
(menurut hukum) dengan perkataan lain, bahwa tidak bersalah atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Alasan
pemaaf antara lain sebagai berikut.
·
Pasal
44 KUHP tentang ketidakmampuan
bertanggungjawab
“Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana”.[15]
·
Pasal
49 ayat (2) tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodwer exces)
“pembelaan terpaksa yang melampaui batas,
yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau
ancaman serangan itu, tidak dipidana”.
·
Pasal
51 ayat (2) KUHP tentang itikad baik melaksanakan perintah jabatan yang
tidaksah
“Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak
menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baiik
mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan plaksanaannya termasuk
dalam lingkungan pekerjaannnya.[16]
2. Dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengan
dirinya diluar perkawinan
Kesengajaan
Hakim menafsirkan bahwa dalam unsur kedua ini melekat unsur
“kesengajaan” dari pelaku. Perkembangan asas dan teori hukum hukum yang
dikembangkan para ahli hukum menjelaskan apa yang dimaksud dengan sengaja yaitu
perbuatan terdapat kehendak (willens)
dan keinsyafan atau kesadaran (wittens)
atas perbuatan dan akibat dari perbuatan itu.
Dari
pengertian “kesengajaan” sebagai unsur yang melekat dalam suatu tindak pidana diperoleh
pemahaman bahwa perbuatan itu tidak semata-mata “menghendaki sesuatu” namun
cukup “mengetahui” akan perbuatan itu meskipun tidak mengetahui akibat tertentu
dari perbuatan, maka telah dipandang bahwa suatu perbuatan yang dilakukan
memiliki kesengajaan. Maka dengan demikian, kesengajaan adalah kesadaran akan
perbuatan kejahatan tertentu.
Kekerasan
Menurut Pasal 89 KUHP “Membuat orang
pingsan atau tidak berdaya dinamakan dengan menggunakan kekerasan”.
Definisi-definisi kekerasan juga dikemukakan oleh beberapa ahli hukum sebagai
berikut:
a.
Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga
terhadap orang atau barang yang dapat mendatangkan kerugian bagi si terancam
atau mengagetkan yang dikerasi.[17]
b.
Menurut R. Audi, kekerasan dilukiskan sebagai serangan atau
penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang; atau serangan,
penghancuran, pengrusakan yang sangat keras, kasar, kejam, dan ganas atas milik
atau sesuatu yang sangat potensial dapat menjadi milik seseorang.[18]
c.
R.
Soesilo mendefinisikan kekerasan sebagai suatu upaya yang bersifat abstrak yang
ditujukan kepada seseorang dan membuatnya tidak berdaya ssecara fisik
dikarenakan kekuatan badan. Dalam ketidakberdayaan itulah seseorang dikatakan
menerima kekerasan.
d.
Menurut
yurisprudensi Nomor
108/ PID. B/ 2014/ PN.Kraks kekrasan dapat berupa menampar,
menjambak,mendorong dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan cedera ringan,
rasa sakit dan luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat dan
melakukan repitisi kekerasan fisik ringan.[19]
Ancaman kekerasan memaksa dan perluasannya
secara ekstensif
Yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah
membuat seseorang yang diancam itu ketakutan karena ada sesuatu yang akan
merugikan dirinya dengan kekerasan. Ancaman ini dapat berupa sodoran senjata, bahkan
tindakan yang lebih sopan dengan mengutarakan akibat-akibat yang merugikan jika
tidak dilaksanakan.[20]
Demikian pula halnya dengan maksud dari terma “ancaman kekerasan
memaksa” yang menurut teori klasik adalah tindakan intimidasi yang bersifat
pshikis yang membuat orang tidak berdaya secara psikologis. Contoh misalnya
dengan ancaman senjata api pelaku mengancam membunuh anak korban yang tertidur
apabila korban tidak mau melayani untuk berhubungan seksual dengan pelaku.[21]Dalam
Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor: 410/PID.B/2014/PN.Bgl hakim
memperluas makna secara ekstensif dai unsur
ancaman kekerasan memaksa dengan undang-undang perlindungan anak dan
undang-undang PKDRT.
Makna dan perluasan ekstensifnya terbaca dalam Pasal 81 dan 82
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang mana unsur
“dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa” diperluas makna dan unsur
kejahatannya sehingga perbuatan “dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain” adalah termasuk dalam makna
unsur “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa”.[22]
Berikut
merupakan bunyi pasal-pasalnya.
a.
Pasal
81 UU Nomor 23 TAHUN 2002 tentang Perlindungan Anak
“(1) Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah)”.
“(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.
b.
Pasal
82 UU Nomor 23 TAHUN 2002 tentang Perlindungan Anak
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah)”.[23]
Terhadap seorang wanita untuk bersetubuh
dengan dia
1)
Perempuan
yang dimaksud adalah perempuan yang belum dewasa maupun yang telah dewasa.
Batas kedewasaan seseorang menurut Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris menyatakan bahwa seseorang yang menghadap Notaris untuk membuat akta
adalah yang memenuhi syarat paling rendah berumur 18 tahun atau sudah menikah.[24]
2)
Persetubuhan
dalam terminologi klasik sebagaimana berdasarkan Arrest Hooge Raad Tanggal 05
Februari 1912 memberikan abstraksi persetubuhan adalah perpaduan antara
kemaluan laki-laki dan kemaluan perempuan
yang biasa dijalankan untuk mendapatkan
anak, jadi alat kelamin laki-laki harus masuk ke dalam alat kelamin perempuan
sehingga mengeluarkan air mani. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terbaru
dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI makna ini dipeluas
unsurnya, yaitu tidak lagi hanya bermakna peraduan alat kelamin laki-laki ke
dalam kelamin perempuan, akan tetapi perbuatan tersebut juga termasuk
didalamnya memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau ke dalam mulut
perempuan. [25]
Diluar perkawinan
Yang dimaksud dengan terma diluar perkawinan
adalah belum adanya ikatan suami istri secara sah sesuai Pasai 1 ayat (1) UU
Nomor 1 Tahun 1974. Menurut data dari badan statistik bahwa belum kawin adalah seseorang yang belum mempunyai istri (bagi
laki-laki) atau suami (bagi perempuan) pada saat pencacahan, baik tinggal
bersama maupun terpisah. Dalam hal ini yang dicakup tidak saja mereka yang
kawin sah secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi juga mereka
yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami-istri.[26]
C. Unsur-unsur
perkosaan (Pasal 285 KUHP) yang terpenuhi dalam Putusan Pengadilan Negeri
Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bgl
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bgl majelis
hakim menetapkan bahwa terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO telah
memenuhi unsur-unsur perkosaan (Pasal 285 KUHP) sebagai berikut.
1. Barangsiapa
Kualifikasi dalam unsur “barangsiapa”
mencakup orang yang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya yang diatur dalam
Pasal 44 KUHP Tentang orang yang cacat jiwanya, Pasal 45 KUHP tentang
penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa, serta pasal-pasal yang
mengatur tentang usia kedewasaan seseorang yaitu Pasal 330 KUHPer, Dalam Pasal
47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang
Jabatan Notaris. Tidak terdapatnya unsur error
in persona (Yurisprudensi dari Mahkamah Agung
berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 , Pasal 175 KUHAP) alasan
pembenar (Pasal 49 (1) KUHP, Pasal 50 KUHP, Pasal 51 (1) KUHP), maupun alasan
pemaaf (Pasal 44KUHP, Pasal 49 (2) KUHP, Pasal 51 (2) KUHP).
Dalam kualifikasi ini, terdakwa MYXE ZUL
JANOVA yang berusia 25 tahun tidak terdapat cacat jiwa atau jiwanya dalam
keadaan sehat, serta memenuhi kualifikasi usia yang dianggap dapat
bertanggungjawab (dewasa). Tidak terdapat unsur error in persona atau dengan kata lain bahwa benar MYXE ZUL JANOVA
adalah orang yang telah didakwa. Selain itu, tidak ditemukannya hal-hal yang
menyebabkan hapusnya sifat melawan hukumnya perbuatan terdakwa, maupun yang
menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan terdakwa.
2.
Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita untukkbersetubuh dengan dirinya
a. Kekerasan
Menurut keterangan dari saksi korban SUNARTI
MARTINI:
“Bahwa, sesampainya di hotel tersebut sekitar
jam 00.00 Wib terdakwa tidak menuju ke meja resepsionis hotel tetapi langsung
menuju kamar hotel yang dibawahnya garasi. Bahwa, sepeda motor yang dikendarai
terdakwa dan saksi di parkir di garasi yang diatasnya kamar kemudian saksi
dipapah dan ditarik terdakwa menuju ke kamar yang berada di bagian atas yang
sudah dibuka petugas hotel. Sesampainya di dalam kamar hotel dengan keadaan
lampu dan TV menyala, terdakwa dan korban berciuman, setelah itu terdakwa
membuka celana levis dan celana dalam korban dan celana levis serta celana
dalam terdakwa. Terdakwa kemudian memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan
saksi tetapi belum masuk sepenuhnya karena saksi menegakkan badan seraya mau
berdiri tetapi terdakwa menahan kaki saksi dan mendorong tubuh saksi sehingga
saksi terjatuh ke tempat tidur kemudian terdakwa kembali memasukkan kemaluannya
dengan keras sehingga terjadi pendarahan di kemaluan saksi.”
Sebagaimana tertulis dalam Pasal 89 KUHP bahwa membuat orang pingsan atau tidak berdaya dinamakan dengan menggunakan
kekerasan. Sdangkan mnurut yurisprudensi Nomor 108/ PID. B/ 2014/ PN.Kraks kekrasan
dapat berupa menampar, menjambak,mendorong dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan cedera
ringan, rasa sakit dan luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat dan
melakukan repitisi kekerasan fisik ringan. Lebih lanjut yang dikemukakan oleh
R. Soesilo bahwa kekerasan merupakan perbuatan yang abstrak terhadap seorang
perempuan sehingga timbul ketidakberdayaan secara fisik. Sehingga yang telah
dilakukan oleh terdakwa MYXE ZUL JANOVA adalah sebagai berikut:
a.
Perbuatan
yang telah dilakukan oleh terdakwa MYXE ZUL JANOVA yang menahan kaki SUNARTI
ketika mencoba menegakkan badannya kemudian mendorong tubuh korban sehingga ia
terjatuh. Ini membuktikan bahwa adanya ketidakberdayaan fisik seperti yang
telah dikemukakan oleh R. Soesilo.
b.
Kemudian setelah SUNARTI terjatuh, terdakwa
memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan SUNARTI dan mendorong mealuan terdakwa
kedalam kemaluan korban dengan sangat keras sehingga kemaluan korban langsung
mengeluarkan darah. Perbuatan terdakwa yang mendorong dengan keras kemaluannya
kedalam kemaluan korban sehingga menyebabkan pendarahan dan rasa sakit adaah
memenuhi unsur kekerasan menurut yurisprudensi Nomor 108/ PID. B/ 2014/ PN.Kraks.
b. Ancaman kekerasan memaksa (melekat unsur
kesengajaan)
Menurut keterangan terdakwa MYXE ZUL JANOVA:
“Bahwa Terdakwa dan saksi korban duduk
dipinggir Pantai sambil bercerita dan memeluk serta serta mencium saksi korban
lalu sekitar 30 menit kemudian terdakwa mengajak saksi korban mencari hotel
dengan mengatakan : “DEK KITO KE HOTEL AJO, DAK LEMAK TENGOK ORANG” lalu
dijawab oleh korban Narti : “NGAPOI KAK KE HOTEL?” lalu terdakwa jawab: “MASO
ADEK DAK NGERTI” lalu dijawab lagi oleh saksi korban Narti : “TAPI AKU DAK
PERNAH NGELAKUKAN ITU SEBELUMNYO” lalu terdakwa jawab lagi : “KALO ADEK MEMANG
SAYANG SAMO KAKAK, JANGANKAN KEPERAWANAN ADEK, NYAWO ADEK PASTI ADEK KASIH”
lalu dijawab korban Narti :”TAPI KAKAK JANJI, KALO UDAH ADEK KASIH, KAKAK
JANGAN TINGGALKAN ADEK YO” lalu terdakwa jawab : “IYO”.
Menurut teori klasik, “ancaman kekerasan memaksa” dapat diartikan
sebagai suatu tindakan intimidasi yang bersifat psikis dan membuat seseorang
tidak berdaya secara psikologis. Hakim memperluas tafsir “ancaman kekerasan
memaksa” pada Pasal 285 KUHP secara ekstensif dengan makna
perluasannya terdapat pada pasal 81 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan apabila kekerasan
ancaman memaksa dapat dilakukan dengan cara melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain.
Beberapa bukti yang didapat dari keterangan saksi korban alias SUNARTI
bahwa MYXE ZUL JANOVA telah mengutarakan janji-janji palsu seperti berjanji
hendak menikahi korban setelah korban memberikan keperawanannya kepada
terdakwa. Bermula saat terdakwa dan
saksi korban duduk dipinggir Pantai sambil bercerita dan memeluk serta mencium
saksi korban lalu sekitar 30 menit kemudian terdakwa mengajak saksi korban mencari
hotel dengan mengatakan :
a.
“DEK
KITO KE HOTEL AJO, DAK LEMAK TENGOK ORANG” lalu dijawab oleh korban Narti :
“NGAPOI KAK KE HOTEL?” lalu terdakwa jawab: “MASO ADEK DAK NGERTI” lalu dijawab
lagi oleh saksi korban Narti : “TAPI AKU DAK PERNAH NGELAKUKAN ITU SEBELUMNYO”
lalu terdakwa jawab lagi : “KALO ADEK
MEMANG SAYANG SAMO KAKAK, JANGANKAN KEPERAWANAN ADEK, NYAWO ADEK PASTI ADEK
KASIH” . (Membujuk seseorang untuk melakukan persetubuhan).
b.
lalu
dijawab korban Narti :”TAPI KAKAK JANJI,
KALO UDAH ADEK KASIH, KAKAK JANGAN TINGGALKAN ADEK YO” lalu terdakwa jawab
: “IYO”. (melakukan tipu muslihat
dengan cara mengutarakan janji-janji palsu).
c. Bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan
Berdasarkan
keterangan terdakwa MYXE ZUL JANOVA:
“Karena selama ini telah terjalin komunikasi
mesra antara terdakwa dan saksi korban baik melalui pesan Massenger Facebook
dan komunikasi telepon selanjutnya terdakwa menyatakan cinta kepada saksi
korban dan ingin menjadi pacarnya. Saat itu dijawab oleh SUNARTI bahwa ia
menerima pernyataan cinta dan bersedia menjadi pacar terdakwa. Sekira jam 23.00 WIB terdakwa dengan
mengendarai motor membonceng saksi NARTI menuju Hotel Kuala Beach di Pantai
Panjang Bengkulu tidak jauh dari tempat saksi dan terdakwa duduk dan ngobrol
sebelumnya. Awalnya saksi korban berkeberatan ke hotel tersebut karena
pemiliknya masih ada hubungan keluarga dengan saksi korban tapi Terdakwa
menyarankan saksi korban untuk merebahkan kepala dan wajahnya ke punggung
terdakwa supaya tidak dikenali petugas hotel. Sampai di halaman hotel bertemu
dengan petugas hotel yang lagi duduk santai dan ditanya apa butuh kamar dan
dijawab terdakwa iya kemudian ditanya lagi menginap atau tidak dan terdakwa
jawab tidak kemudian terdakwa diarahkan ke kamar yang bernama Apel yang
dibawahnya garasi tempat parkir kendaraan. Sepeda motor yang dikendarai
terdakwa dan saksi korban parkir di garasi yang diatasnya kamar kemudian
terdakwa mengikuti petugas hotel menuju kamar sedangkan saksi korban menunggu
di atas sepeda motor dengan wajah menghadap dinding garasi supaya wajahnya
tidak dikenali petugas hotel. Bahwa setelah petugas hotel mempersiapkan kamar
terdakwa memberikan uang sewa kamar sebesar Rp. 140.000,.- (seratus empat puluh
ribu rupiah) dengan uang sebesar Rp. 150.000.- (seratus lima puluh ribu rupia)
untuk check in selama 3 (tiga) jam dan petugas hotel tidak memberikan kunci
kamar. Kemudian petugas hotel pergi untuk mengambil uang kembalian sedangkan
terdakwa menjemput saksi korban yang lagi menunggu di atas sepeda motor di
garasi. Terdakwa dan saksi korban kemudian menuju kamar hotel kemudian terdakwa
mematikan lampu kamar sedangkan TV tetap dalam keadaan hidup dan tidak berapa
lama petugas hotel mengetuk pintu kemudian terdakwa membuka pintu dan menerima
uang kembalian sewa kamar sebesar Rp. 10.000.- (sepuluh ribu). Terdakwa dan
saksi korban duduk diatas tempat tidur kemudian terdakwa menyuruh saksi korban
membuka celana levi’s dan celana dalam saksi korban sedangkan terdakwa membuka
celana panjang dan celana dalam terdakwa. Terdakwa dan saksi korban berciuman
dan sewaktu terdakwa akan memasukkan penis terdakwa ke dalam vagina saksi
korban kembali saksi korban mengatakan kepada terdakwa untuk tidak tinggalkan
saksi korban setelah keperawanan saksi korban diberikan kepada terdakwa,
“JANGAN NIAN PERNAH TINGGALI ADEK YO SETELAH ADEK KASIH INI, AWAS KALO SAMPAI
KAKAK NINGGALI ADEK”. Terdakwa memasukkan kemaluan terdakwa ke dalam kemaluan
saksi korban dengan dibantu saksi korban yang ikut memegang penis terdakwa
mengarahkan kemaluan terdakwa ke dalam kemaluan saksi korban.”
Mengenai unsur persetubuhan
menurut Arrest Hooge Raad Tanggal 05 Februari 1912adalah perpaduan alat
kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan atau secara singkatnya
dimasukkannya alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin perempuan hingga
mengeluarkan air mani (sperma). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terbaru
dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI makna ini dipeluas
unsurnya, yaitu tidak lagi hanya bermakna peraduan alat kelamin laki-laki ke
dalam kelamin perempuan, akan tetapi perbuatan tersebut juga termasuk
didalamnya memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau ke dalam mulut
perempuan. [27]
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bgl, MYXE
ZUL JANOVA terbukti telah melakukan persetubuhan dengan SUNARTI sebagai akibat
dari bujukan terdakwa dan ketidakberdayaan korban. Bukti perstubuhan itu
terjadidapat dilihat dari pendarahan korban yang diakibatkan oleh luka robek
dari tepi bawah vluva depan sampai seper empat distal bagian bawah dngan
kedalaman lebih dari 1 cm, serta hymen yang robek arah pukul lima, enam dan
tujuh dan robeknya vagina bagian bawah. Robekan-robekan yang terdapat pada
vagina korban dikarenakan terdakwa mendorong kemaluannya dengan sangat keras
kedalam alat kelamin korban. MYXE ZUL
JANOVA telah memenuhi unsur persetubuhan dengan memasukkan alat kelamin
laki-laki ke dalam alat kelamin seorang perempuan bernama SUNARTI MARTINI.
Menurut data statistik diluar perkawinan yang dapat diartikan dengan
belum kawin adalah laki-laki yang belum beristeri atau perempuan yang belum
bersuami, yang terjadi melalui perkawinan yang sah secara hukum dan menurut
pandangan masyarakat disekitar mereka yang menyatakan bahwa seorang telah
bersuami atau beristeri. MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO melalui
pernyataan bahwa selama ini telah terjalin komunikasi mesra antara terdakwa dan
saksi korban baik melalui pesan Massenger Facebook dan komunikasi telepon
selanjutnya terdakwa menyatakan cinta
kepada saksi korban dan ingin menjadi pacarnya. Saat itu dijawab oleh saksi
korban menerima pernyataan cinta dan bersedia menjadi pacar terdakwa. Membuktikan
bahwa terdakwa dengan saksi korban adalah hanya sekedar dating atau berkencan atau pacaran dan belum mengadakan perkawinan
dengan saksi korban Sunarti.
D. Statement
dan perbandingan
Metode berpikir deduktif yang penyusun
gunakan bertolak dari peristiwa yang umum yaitu Unsur-unsur tindak pidana
perkosaan (Pasal 285 KUHP) yang telah ditafsirkan dan diperluas tafsirnya
(premis mayor), sesuai dengan peristiwa pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan PN
Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bgl menunjukkan terdakwa MYXE ZUL JANOVA sebagai
subjek hukum yang artinya ada pengkhususan (premis minor). Singkatnya dapat
dikatakan bahwa premis mayor telah sesuai dengan premis minor.
Kesesuaian tersebut dapat dibuktikan melalui
tabel prbandingan sebagai berikut.
Perkosaan (Pasal 285 KUHP) dalam Putusan
Pengadilan PN Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bg
Premis Mayor
|
Premis Minor
|
Konklusi
|
Barangsiapa
-Pasal
44 KUHP
-Pasal
45 KUHP
-Pasal
49 (1) dan (2) KUHP
-Pasal
50 KUHP
-Pasal
51 (1) dan (2) KUHP
-Pasal
330 KUHPer
-Pasal
17 KUHAP
-Pasal
47 UU No.1 Th. 1974
-Pasal
39 UUNo.3o Th.2004
|
MYXE
ZUL JANOVA berusia 25 tahun telah dewasa dan merupakan orang yang benar
didakwa. Tidak memiliki gangguan jiwa, tidak terdapat alasan pemaaf dan
pembenar maupun alasan lain berdasarkan UU yang membebaskannya dati tuntutan
hukum. Sehingga MYXE ZUL JANOVA termasuk subyek hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya dan telah memenuhi unsur barangsiapa.
|
MYXE
ZUL JANOVA telah memenuhi unsur pemerkosaan:
-Barangsiapa
-Dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa teradap seorang wanita untuk bersetubuh
dengan dirinya diluar perkawinan. Dengan demikian MYXE ZUL ZANOVA Als JANOV
Bin MEDIANTO telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
perkosaan.
|
Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengan dirinya di luar perkawinan
-Pasal
89 KUHP
-Pasal 81 dan 82
UU No.23 Th. 2002
|
MYXE
ZUL JANOVA telah membujuk SUNARTI untuk melakukan persetubuhan dengan cara
tipu muslihat berupa mengutarakan janji palsu bahwa terdakwa akan menikahi
korban setelah menyerahkan keperawanannya. Sehinga akhirnya terdakwa
memasukkan serta mendorong dengan keras alat kelaminnya kedalam alat kelamin
korban yang menyebabkan robeknya hymen dan robeknya vagina bagian bawah.
|
E. Dasar-dasar
Hukum yang Digunakan
1.
Pasal
44 KUHP
2.
Pasal
49 (1) KUHP
3.
Pasal
49 (2) KUHP
4.
Pasal
50 KUHP
5.
Pasal
51 (1) KUHP
6.
Pasal
51 (2) KUHP
7.
Pasal
89 KUHP
8.
Pasal
285 KUHP
9.
Pasal
330 KUHPer
10. Pasal 81 Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
11. Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan
12. Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris
13. Pasal
175 KUHAP alasan pembenar
14. Pasal 82 UU Nomor 23 TAHUN 2002 tentang
Perlindungan Anak
15. Yurisprudensi
dari Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008
16. Yurisprudensi Nomor 108/ PID. B/ 2014/ PN.Kraks
F. Pertimbangan
hakim dalam Putusan Pengadilan PN Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bg
Sesuai
fakta dalam persidangan, hakim mempertimbangkan bahwa:
1. Majelis
hakim menilai bahwa tindakan terdakwa Janov sedari awal memiliki itikad buruk
yakni hanya mau memperdaya dan menyetubuhi korban Sunarti hal ini sejalan
dengan keterangan terdakwa dipersidangan yang menyatakan bahwa niat terdakwa
hanya untuk menyetubuhi saksi Korban Sunarti dan tidak memiliki niat mau
menikahi korban Sunarti dan faktanya setelah persetubuhan itu terdakwa
meninggalkan korban Sunarti tanpa menghubungi lagi korban Sunarti pada
hari-hari berikutnya sedangkan janji-janji manis terdakwa yang tidak akan
meninggalkan saksi korban Sunarti setelah saksi korban menyerahkan
keperawanannya kepada terdakwa,
2. Perbuatan terdakwa yang membujuk
dan merayu terdakwa dengan modus asmara atau pacaran atau janji-janji manis
padahal sesungguhnya hal tersebut kebohongan belaka untuk memperdayai korban
Sunarti Martini agar mau bersetubuh dan menyerahkan keperawanan korban kepada
terdakwa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari makna
unsur “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dirinya di luar perkawinan” maka oleh karena itu unsur ini telah
terbukti dan terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum;
3. Oleh
karena seluruh unsur dakwaan tunggal Penuntut Umum telah terbukti secara sah
dan meyakinkan sehingga Majelis Hakim telah memperoleh keyakinan menurut hukum
bahwa terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana PERKOSAAN sebagaimana
yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP;
4. Majelis
hakim menilai bahwa perbuatan terdakwa yang telah memperdaya korban Sunarti
Martini dengan mengajak bersetubuh dan merenggut keperawanannya lalu pergi
meninggalkan korban Sunarti tanpa rasa ada perasaan bersalah dan tanpa mau
bertanggungjawab adalah tindakan yang tidak mencerminkan jiwa seorang yang
berprofesi sebagai Brigadir Polisi yang seharusnya memegang teguh Sumpah
TRIBRATA dan CATUR PRASETYA POLRI yang beberapa prinsip-prinsipnya berbunyi :
MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN, KEADILAN DAN KEMANUSIAAN, SENANTIASA MELINDUNGI,
MENGAYOMI DAN MELAYANI MASYARAKAT, MENJAGA KESELAMATAN JIWA, HARTA BENDA DAN
HAK ASASI MANUSIA serta MEMELIHARA PERASAAN TENTERAM DAN DAMAI;
5. Selama
pemeriksaan perkara ini berlangsung Majelis Hakim tidak menemukan adanya
hal-hal atau keadaan-keadaan yang meniadakan ataupun menghapuskan tuntutan
pidana pada diri terdakwa baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf sehingga
terdakwa adalah dalam keadaan mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6. Pidana
yang akan dijatuhkan itu menurut Pasal 22 ayat 4 KUHAP Jo Pasal 33 KUHP
haruslah dikurangi dengan lamanya terdakwa di tahan sebelum perkara ini
berkekuatan hukum tetap dan sesuai pula dengan Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP
diperintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
7. Karena
terdakwa dinyatakan bersalah maka sesuai dengan Pasal 197 ayat 1 huruf i Jo
Pasal 222 ayat 1 KUHAP, terdakwa juga harus dihukum untuk membayar biaya
perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan. Menimbang, bahwa
sebelum menjatuhkan putusan Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan
hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan bagi terdakwa tersebut.
Sebelum menjatuhkan putusan Majelis
Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang
meringankan bagi terdakwa tersebut.
Hal- hal yang memberatkan
1. Perbuatan
terdakwa telah menimbulkan rasa sakit di hati saksi korban termasuk didalamnya
telah meninggalkan trauma pshikis pada diri saksi korban Sunarti Martini;
2. Perbuatan
terdakwa telah mengancam masa depan saksi korban Sunarti Martini.
3. Terdakwa
sebagai Brigadir Polisi tidak memberikan teladan yang baik dan melanggar
prinsip-prinsip dalam Sumpah TRIBRATA dan CATUR PRASETYA POLRI;
Hal- hal yang meringankan
1. Terdakwa
belum pernah dihukum.
2.
Terdakwa bersikap sopan dimuka
persidangan dan menyesali perbuatannya.
Kemudian
dengan mengingat ketentuan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang
bersangkutan khususnya Pasal 285 KUHP dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang KUHAP; majelis hakim M E N G A D I L I :
1.
Menyatakan terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als.
JANOV Bin MEDIANTO telah terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan hukum
bersalah melakukan tindak pidana : PERKOSAAN sebagaimana dakwaan Penuntut Umum
2. Menjatuhkan
pidana oleh karena itu kepada terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO
dengan pidana penjara selama 5 (Lima) Tahun;
3. Menetapkan
pidana yang dijatuhkan dikurangkan dengan masa penangkapan dan penahanan yang
telah dijalani oleh terdakwa sepenuhnya;
4. Menetapkan
terdakwa tetap ditahan;
5. Menyatakan
barang bukti berupa : - 1 (satu) lembar baju kaos bergaris ungu dan putih ada
bercak darah pada bagian bawah; - 1 (satu) lembar celana panjang levi’s warna
hitam ada bercak darah. - 1 (satu) lembar BH warna coklat. - 1 (satu) lembar
celana dalam berwarna coklat ada bercak darah. - 2 (dua) buah pembalut ada
bercak darah. semuanya dikembalikan kepada saksi korban Sunarti Martini;
6.
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000.- (dua ribu rupiah);
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan di sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan: yang pertama, bahwa hakim dalam memperluas tafsir dari unsur
“dengan ancaman kekerasan memaksa” (Pasal 285 KUHP) didasarkan pada Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi:
Pasal 81
“(1) Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah)”.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.
Pasal
82
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah)”.
Kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk seseorang untuk
melakukan persetubuhan dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain termasuk
dalam tindakan melakukan ancaman kekerasan memaksa.
Yang
kedua, dari uraian pertimbangan majelis hakim yang berdasarkan fakta-fakta
dalam persiangan dapat dilihat majelis hakim selalu berdasar pada
perundang-undangan yang berlaku dalam melindungi hak-hak korban dengan selain
memperluas makna dengan penafssiran ekstensif dari unsur “dengan ancaman
kekerasan memaksa” (Pasal 285 KUHP), Selain
itu, sebelum
menjatuhkan hukum terhadap terdakwa tersebut Majelis Hakim telah
mepertimbangkan dengan cermat dan teliti baik dari sudut kepentingan terdakwa
dan maupun korban serta mempertimbangkan pula rasa keadilan masyarakat terhadap
perkara perkosaan tersebut. Dengan segala pertimbangan yang sesuai dengan
undang-undang, majelis hakim menggunakan mazhab positivistik.
B. Saran
Dari analisis penyusun berdasarkan uraian diatas, penyusun memberi saran
terhadap:
Perluasan penafsiran dan pertimbangan hakim
tehadap kasus pidana perkosaan Nomor 410/PID.B/PN.Bgl. dalam hal ini seharusnya
hakim harus lebih menitikberatkan pada asas legalitas dimana tidak mencantumkan
perbuatan yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana tersebut. Apabila tafsir diperluas,
ditakutkan akan menimbulkan analogi dalam hukum pidana. Walaupun penggunaan
penafsian ekstensif diperbolehkan, namun hal tersebut sangat beresiko akan
adanya analogi.
DAFTAR PUSTAKA
Pramono, Sigit
Setyo. 2007. STUDI ANALISIS TERHADAP
PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI KASUS TERHADAP YURISPRUDENSI
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 29 SEPTEMBER 1997 NOMOR 821 K/Pid/96
TENTANG TINDAK PIDANA PERKOSAAN). Jurnal Ilmiah: IAIN Walisongo, Semarang.
KBBI Online. 2018. (Online), (Https://kbbi.web.id/,
diakses pada 27 Desember 2018).
Tim Grahamedia Press. 3 Kitab Undang-undang Hukum(KUHPer, KUHP,
KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press, 2016.
Dharma,
Agustinus Dhanan Suka. 2015. Jurnal Repertorium: KEBERAGAMAN PENGATURAN
BATAS USIA DEWASA SESEORANG UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA, Fakultas Kenotariatan: Universitas Sebelas
Maret.
.
2016. Gngguan Kejiwaan dan pertanggungjawaban Pidan (Sebuah Pemahaman
Mengenai Pasal 44 Ayat (1) KUHP). (Online), (https://www.google.com/mp/s/kanggurumalas.com/,
diakses pada 26 Desember 2018).
Manik, Jessi Kurnia Ajarni. 2013.
Jurnal Ilmiah: Analisis
Pertanggungjawaban Penyidik Polri dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah
Tangkap Atau Error In Persona. Fakultas Hukum: Universitas Sumatera Utara.
____ _. 2013. Pengertian Salah Tangkap (Error in Persona).
(Online), (http://dedotjcb.blogspot.com/2013/03/pengertian-salah-tangkap-error-in.html,
diakses pada tanggal 26 Desember 2018).
Sudaryono dkk. 2017. Hukum Pidana (Dasar-Dasar Hukum Pidana
Berdasarkan KUHP dan RUU KUHP).Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.187
Tim Grahamedia Press. 3 Kitab Undang-undang Hukum(KUHPer, KUHP,
KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press, 2016, hlm. 689.
.
2015. Definisi Kekerasan. (Online), (http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-dan-pengertian-kekerasan.html,
diakses pada tanggal 3 Desember 2018).
Mahkamah Agung. 2014. Putusan PN KRAKSAAN Nomor 108/
PID. B/ 2014/ PN.Kraks Tahun 2014.Terdakwa MARWOTO alias
WOTO bin KASNO.
Sudirdja, Rudi
Pradisetia. 2016. Perluasan Makna Unsur
“Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan” Pada Tindak Pidana Pemerkosaan (Pasal 285
KUHP) Dalam Putusan Pengadilan 410/PID.B/PN.Bgl
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK, (Online), (https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf,
diakses pada 27 Desember 2018
Mahkamah
Agung. 2014. Putusan PN Bengkulu Nomor:
410/PID.B/PN.Bgl, Tahun 2014. Terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO.
_____.
2010. (Online), (https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/35,
diakses pada 27 Desember 2017).
[1] Sigit Setyo Pramono, 2007. STUDI ANALISIS TERHADAP PROSES PEMBUKTIAN
TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI KASUS TERHADAP YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 29 SEPTEMBER 1997 NOMOR 821 K/Pid/96 TENTANG TINDAK
PIDANA PERKOSAAN). Skripsi: IAIN Walisongo, Semarang.
[2] KBBI Online. 2018. (Online), (Https://kbbi.web.id/perkosa.memerkosa, diakses pada tanggal 26
Desember 2018)
[3] Tim Grahamedia Press. 3 Kitab Undang-undang Hukum(KUHPer, KUHP,
KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press, 2016, hlm. 555
[4] Ibid, hlm. 490
[5] Agustinus Dhanan Suka Dharma.
2015. Jurnal Repertorium: KEBERAGAMAN PENGATURAN BATAS USIA DEWASA SESEORANG
UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA,
Fakultas Kenotariatan: Universitas Sebelas Maret
[6] Tim Kangguru Malas. 2016. Gngguan Kejiwaan dan pertanggungjawaban
Pidan (Sebuah Pemahaman Mengenai Pasal 44 Ayat (1) KUHP). (Online), (https://www.google.com/mp/s/kanggurumalas.com/, diakses pada 26 Desember 2018)
[7] Jessi Kurnia Ajarni Manik. 2013.
Jurnal Ilmiah: Analisis
Pertanggungjawaban Penyidik Polri dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah
Tangkap Atau Error In Persona. Fakultas Hukum: Universitas Sumatera Utara
[8]______. 2013. Pengertian Salah Tangkap (Error in Persona).
(Online), (http://dedotjcb.blogspot.com/2013/03/pengertian-salah-tangkap-error-in.html, diakses pada tanggal 26
Desember 2018)
[9] Sudaryono dkk. 2017. Hukum Pidana (Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan
KUHP dan RUU KUHP).Surakarta: Muhammadiyah University Press, hlm.187
[10] Tim Grahamedia Press. 3 Kitab Undang-undang Hukum(KUHPer, KUHP,
KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press, 2016, hlm. 689
[11] Sudaryono dkk. 2017. Hukum Pidana (Dasar-Dasar Hukum Pidana
Berdasarkan KUHP dan RUU KUHP).Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.217
[12] Tim Grahamedia Press. 2016. 3 Kitab
Undang-Undang Hukum (KUHPer, KUHP, & KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press,
hlm. 491
[13] Ibid
[14] ibid
[15]Tim Grahamedia Press. 3 Kitab Undang-undang Hukum(KUHPer, KUHP,
KUHAP). Jakarta: Grahamedia Press, 2016, hlm. 489
[16] Ibid, hlm.491
[17]Rudi Pradisetia Sudirdja. 2016. Perluasan Makna Unsur “Kekerasan Atau
Ancaman Kekerasan” Pada Tindak Pidana Pemerkosaan (Pasal 285 KUHP) Dalam
Putusan Pengadilan 410/PID.B/PN.Bgl
[18] . 2015. Definisi Kekerasan. (Online), (http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-dan-pengertian-kekerasan.html, diakses pada tanggal 3 Desember
2018)
[19]Putusan PN KRAKSAAN Nomor
108/ PID. B/ 2014/ PN.Kraks Tahun 2014.
Terdakwa MARWOTO alias WOTO bin KASNO, diakses pada tannggal 02 Desember 2018
Terdakwa MARWOTO alias WOTO bin KASNO, diakses pada tannggal 02 Desember 2018
[20]Rudi Pradisetia Sudirdja. 2016. Perluasan Makna Unsur “Kekerasan Atau
Ancaman Kekerasan” Pada Tindak Pidana Pemerkosaan (Pasal 285 KUHP) Dalam
Putusan Pengadilan 410/PID.B/PN.Bgl
[21]Putusan PN Bengkulu Nomor:
410/PID.B/PN.Bgl, Tahun 2014. Terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO
[22] Ibid
[23] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK, (Online), (https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf, diakses pada 27 Desember 2018)
[24] Agustinus Dhanan Suka Dharma.
2015. Jurnal Repertorium: KEBERAGAMAN PENGATURAN BATAS USIA DEWASA SESEORANG
UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA,
Fakultas Kenotariatan: Universitas Sebelas Maret
[25] Putusan PN Bengkulu Nomor: 410/PID.B/PN.Bgl,
Tahun 2014. Terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO
[26] https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/35, diakses pada 27 Desember 2017
[27] Putusan PN Bengkulu Nomor:
410/PID.B/PN.Bgl, Tahun 2014. Terdakwa MYXE ZUL JANOVA Als. JANOV Bin MEDIANTO
Komentar
Posting Komentar