PROSES PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 1999

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dosen Pengampu :
Nuswardhani,
S.H., S.U.
Oleh :
SITI ROMELAH
C100170126
( Kelas D )
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
- Pendaftaran
dan Permohonan Arbitrase
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:
a.
Nama dan alamat
lengkap Pemohon dan Termohon;
b. Penunjukan klausula arbitrase yang berlaku;
a. Perjanjian yang menjadi sengketa;
b. Dasar tuntutan;
c. Jumlah yang dituntut (apabila ada);
d. Cara penyelesaian sengketa yang dikehendaki;
e. Perjanjian tentang jumlah arbiter (atau jika tidak
memiliki perjanjian ini, Pemohon dapat mengajukan jumlah arbiter yang
dikehendaki dan harus dalam jumlah yang ganjil.
Penunjukan arbiter ini juga dapat
diserahkan kepada ketua BANI atau melalui pengangkatan Ketua Pengadilan
Negeri).Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Prosedur Arbitrase Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), prosedur penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dimulai dari pendaftaran dan permohonan arbitrase kepada Sekretariat
BANI. Hal ini dilakukan oleh pihak yang memulai proses arbitrase alias Pemohon.
Penyerahan permohonan ini juga
disertai dengan pembayaran biaya pendaftaran dan administrasi (meliputi biaya
administrasi sekretariat, pemeriksaan perkara, arbiter, dan Sekretaris Majelis).
Apabila pihak ketiga di luar perjanjian
arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa
melalui arbitrase, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk membayar biaya
administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter sehubungan dengan
keikutsertaannya tersebut.
Selain
itu, Pemohon harus melampirkan pada Permohonan tersebut suatu salinan otentik
perjanjian bersangkutan atau salinan otentik perjanjian-perjanjian yang terkait
sehubungan sengketa yang bersangkutan dan suatu salinan otentik perjanjian
arbitrase (jika tidak termasuk dalam perjanjian dimaksud), dan dapat pula
melampirkan dokumen-dokumen lain yang oleh Pemohon dianggap relevan. Apabila
dokumen-dokumen tambahan atau bukti lain dimaksudkan akan diajukan kemudian,
Pemohon harus menegaskan hal itu dalam Permohonan tersebut.
Setelah permohonan diterima dan
pembayaran dilunasi, permohonan akan didaftarkan ke dalam register BANI.
Permohonan akan diperiksa untuk kemudian ditentukan apakah perjanjian arbitrase
cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk melakukan pemeriksaan
sengketa tersebut.
- Penunjukan
Arbiter
Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis. Hal ini berdasarkan kesepakatan dua belah pihak. Adapun yang dimaksud dengan arbiter tunggal dan Majelis adalah seperti berikut ini:
a.
Jika diinginkan cukup
arbiter tunggal, Pemohon dan Termohon wajib memiliki kesepakatan tertulis
mengenai hal ini. Pemohon mengusulkan kepada Termohon sebuah nama yang akan
dijadikan sebagai arbiter tunggal (Pasal
14 ayat 2 UU No 30 Tahun 1999).
Apabila dalam kurun waktu 14 hari sejak usulan diterima tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka Ketua Pengadilan dapat melakukan pengangkatan arbiter tunggal
(Pasal
14 ayat 2 UU No 30 Tahun 1999).
b.
Jika diinginkan Majelis,
maka Pemohon dan Termohon masing-masing menunjuk seorang arbiter. Karena jumlah
arbiter harus ganjil, arbiter yang ditunjuk oleh dua belah pihak harus menunjuk
seorang arbiter lagi untuk menjadi arbiter ketiga (akan menjadi Ketua Majelis) (Pasal 15 UU No. 30
Tahun 1999).
Jika dalam kurun waktu 14 hari
belum mencapai kesepakatan, maka Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat
arbiter ketiga dari salah satu nama yang diusulkan salah satu pihak. Sementara
itu, apabila salah satu pihak tidak dapat memberikan keputusan mengenai usulan
nama arbiter yang mewakili pihaknya dalam kurun waktu 30 hari sejak Termohon
menerima surat, maka seorang arbiter yang telah ditunjuk salah satu pihak
menjadi arbiter tunggal. Putusan arbiter tunggal ini tetap akan mengikat dua
belah pihak.
- Tanggapan
Termohon
Setelah berkas permohonan didaftarkan, Badan Pengurus BANI akan memeriksa dan memutuskan apakah BANI memang berwenang untuk melakukan pemeriksaan sengketa, maka Sekretaris Majelis harus segera ditunjuk. Jumlah Sekretaris Majelis boleh lebih dari satu dan bertugas untuk membantu pekerjaan administrasi kasus. Sekretariat menyiapkan salinan permohonan arbitrase pemohon dan dokumen-dokumen lampiran lainnya dan menyampaikannya kepada Termohon.Termohon memiliki waktu sebanyak 30 hari untuk memberi jawaban atas permohonan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban Termohon. Termasuk di dalam jawaban tersebut adalah usulan arbiter.
Apabila dalam jawaban tersebut tidak disampaikan
usulan arbiter, maka secara otomatis dan mutlak penunjukan menjadi kebijakan
Ketua BANI.Batas waktu 30 hari dapat diperpanjang melalui wewenang Ketua BANI
dengan syarat tertentu. Termohon menyampaikan permohonan perpanjangan waktu
untuk menyampaikan jawaban atau menunjuk arbiter dengan menyertakan alasan-alasan
yang jelas dan sah. Maksimal perpanjangan waktu tersebut adalah 14 hari (Pasal
39 UU No. 30 Tahun 1999).
- Tuntutan
Balik
Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.
Di samping itu, Termohon juga
berhak melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus
tersebut.Jika ternyata Termohon bermaksud untuk mengajukan suatu tuntutan balik
(rekonvensi), maka tuntutan tersebut dapat pula disertakan bersamaan dengan
pengajuan Surat Jawaban. Tuntutan balik ini juga dapat diajukan
selambat-lambatnya pada saat sidang pertama (42 UU. No 30
Tahun 1999). Namun pada kondisi
tertentu, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik pada suatu tanggal dengan memberi
jaminan yang beralasan. Hal ini juga dilakukan atas wewenang dan kebijakan
Majelis.
Seperti prosedur permohonan
arbitrase di awal, pihak Pemohon yang mendapat tuntutan balik dari Termohon
diberi waktu selama 30 hari (atau sesuai dengan kebijakan Majelis) untuk
memberi jawaban atas tuntutan tersebut. Yang perlu diingat, tuntutan balik ini
dikenakan biaya tersendiri dan harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Apabila
tanggungan biaya ini terselesaikan oleh kedua belah pihak, barulah tuntutan
balik akan diperiksa dan diproses lebih lanjut bersama-sama dengan tuntutan
pokok. Namun apabila ada kelalaian dari salah satu atau bahkan kedua belah
pihak untuk membayar biaya administrasi tuntutan balik selama biaya tuntutan pokok
telah selesai dilaksanakan, maka hanya tuntutan pokok yang akan dilanjutkan
penyelenggaraan pemeriksaannya.
- Sidang
Pemeriksaan
Dalam proses pemeriksaan arbitrase, ada beberapa hal penting yang telah diatur dalam Undang-Undang, antara lain:
a.
Dalam sidang
pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara
tertutup. (Pasal 27 UU No 30 Tahun 1999)
b.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia,
kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase, para pihak dapat
memilih bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat
diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. (Pasal 28 UU No 30 Tahun
1999)
c.
Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan
menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya
disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau
majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan. (Pasal 30 UU No 30 Tahun 1999)
d.
Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase
dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur
ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan. (Pasal 32 ayat 1 UU No 30 Tahun 1999)
e.
Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara
tertulis. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak
atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis
arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang
dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan. (Pasal 31 UU No 30 Tahun 1999)
f.
Pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis
arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata. (Pasal 37 ayat 3 UU No 30 Tahun 1999)
g.
Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan
setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan
dengan sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak
akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut. (Pasal 37 ayat 4 UU No 30 Tahun 1999)
h.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling
lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase
terbentuk. (Pasal 48 UU No 30 Tahun 1999)
i.
Berdasarkan Pasal 33 UU No
30 Tahun 1999 Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka
waktu tugasnya apabila:
i.
Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus
tertentu;
ii.
Sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela
lainnya; atau
iii.
Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk
kepentingan pemeriksaan.
j.
Berdasarkan Pasal 45 UU No
30 Tahun 1999 dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah
ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan
perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) tercapai,
maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final
dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan
perdamaian tersebut Pasal 45 ayat (2).
k.
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud termohon
tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil
secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan
sekali lagi. (Pasal 44 ayat 1
UU No 30 Tahun 1999)
l.
Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima
termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka
persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan
pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak
berdasarkan hukum. (Pasal 44 ayat 2
UU No 30 Tahun 1999)
m.
Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu
paling lama 30 hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali
Majelis mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang
secukupnya. Selain menetapkan Putusan akhir, Majelis juga berhak menetapkan
putusan-putusan pendahuluan, sela atau Putusan-putusan parsial. (Pasal 57 UU No 30 Tahun 1999)
Sebagaimana yang termaktub dalam
Undang-Undang, batas maksimal pemeriksaan sengketa adalah 180 hari terhitung
sejak Majelis atau arbiter ditetapkan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi faktor
Majelis atau arbiter memperpanjang masa pemeriksaan adalah:
a.
Salah satu pihak
mengajukan permohonan hal khusus;
b.
Merupakan akibat
ditetapkannya putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau
c.
Dianggap perlu oleh
Majelis atau arbiter.Putusan akhir paling lama ditetapkan dalam kurun waktu 30
hari sejak ditutupnya persidangan.
6. Putusan Arbitrase
Sebelum memberi putusan akhir, Majelis atau arbiter
juga memiliki hak untuk memberi putusan-putusan pendahuluan atau
putusan-putusan parsial. Namun, bila dirasa diperlukannya perpanjangan waktu
untuk menetapkan putusan akhir menurut pertimbangan Majelis atau arbiter, maka
putusan akhir dapat ditetapkan pada suatu tanggal berikutnya. Pada dasarnya
dalam perkara yang diselelsaikan melalui arbitrase kedua belak pihak yang
berssengketa memiliki andil yang besar dalam pengambilan keputusan. Setelah
adanya putusan dan kedua belah pihak telah cocok, maka dimintakan penetapan di
Pengadilan Negeri.
7. Eksekusi
Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan putusan maka dapat dilakukan eksekusi, namun yang berhak melakukan
eksekusi adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Komentar
Posting Komentar